Permasalahan Anak Seperti Gunung Es

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh wirnadianhar
Rabu, 23 Juli 2008 06:18:39 Klik: 4044
Permasalahan Anak Seperti Gunung Es
Klik untuk melihat foto lainnya...

Permasalahan anak yang terjadi di Indonesia merupakan sebuah gunung es yang semakin menjulang tinggi, ini bisa dicermati dengan semakin meningkatnya pelanggaran-pelanggaran hak anak di Indonesia dari tahun ke tahun. Mulai dari kekerasan terhadap anak, eksploitasi, diskriminasi, perdagangan anak sampai pada perlakuan salah lainnya, begitu kompleks dan memprihatinkan.

"Sayangnya, hingga kini belum ada penanganan yang komprehensif dan holistik dalam pencegahan pelanggaran hak anak, menjadikan generasi bangsa ke arah persimpangan jalan. Diperparah lagi dengan adanya kebijakan negara yang tumpang tindih mengenai kebijakan perlindungan anak di Indonesia semakin terabaikannya pemenuhan dan perlindungan hak anak di negeri ini," ujar Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi kepada SP di Jakarta, Selasa (22/7).

Menurut dia, guna mengatasi semakin peliknya persoalan anak, Komnas PA melakukan survei apakah diperlukan sebuah kementerian yang khusus menangani masalah anak. Dalam survei terjaring sebanyak 7.724 responden, sebanyak 6.674 responden atau sekitar 86,41 persen yang memilih bahwa Kementerian Khusus Anak perlu di bentuk, sedang yang memilih Kementerian Khusus Anak tidak perlu dibentuk sebanyak 1.050 responden atau sekitar 13,59 persen.

"Dari pilihan-pilihan tersebut, ternyata sebagian besar masyarakat menyadari tentang arti pentingnya perlindungan hak anak perlu mendapatkan perhatian khusus dari negara/pemerintah, meskipun ini bukan merupakan gambaran yang luas. Tetapi, ini merupakan cerminan kecil dari masyarakat yang peduli untuk menyelamatkan generasi bangsa pada masa datang," tukasnya.

Dan akhirnya, lanjut Komnas PA dari semua itu yang mempunyai kebijakan tentang perlu tidaknya pemerintah membentuk Kementerian Khusus Anak hanya ada di tangan para pemangku kebijakan negara, yakni eksekutif dan legislatif. "Karenanya, kita tinggal menunggu kesadaran dari negara untuk mewujudkannya. Apakah negara ini mengedepankan pertarungan politik ataukah mengedepankan kepentingan penyelamatan generasi bangsa bagi negeri ini pada masa datang," ujarnya.

 

Cacat Terabaikan

Sementara itu, Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia, Didi Tarsidi menyatakan, nasib anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat, sangat memprihatinkan dan jauh tertinggal dibanding di negara Asia lainnya. Nasib penyandang cacat di Indonesia masih terpinggirkan hampir di semua sektor, mulai pendidikan, pekerjaan, hingga ketersediaan fasilitas publik yang bersahabat.

Diakui, memang sudah ada regulasi tentang penyandang cacat, yakni UU 4/1997, tetapi dalam kenyataannya di lapangan di lapangan. Bahkan, Departemen Pendidikan Nasional memangkas anggaran pendidikan untuk anak-anak penyandang cacat dan sejumlah aturan yang mengharuskan keberpihakan pada penyandang cacat tidak dipatuhi, oleh kalangan swasta maupun pemerintah sendiri.

Koordinator Koalisi Perlindungan Penyandang Cacat, Ahmad Subarkah secara terpisah, Senin (21/7) juga menyebutkan, data yang dihimpunnya khususnya di sektor pendidikan, menunjukkan, baru 3 persen dari total 1,8 juta jiwa penyandang cacat di Jawa Barat yang telah mendapat akses terhadap sistem pembelajaran, baik itu di sekolah konvensional maupun kelas khusus.

"Penyandang Cacat adalah salah satu masalah kesejahteraan sosial di Indonesia yang wajib mendapat perhatian. Jika tidak, di samping menjadi beban sosial, negara dan masyarakatnya dicap melanggar hak azasi. Hak-Hak Penyandang Cacat Belum dapat diketahui, berapa data akurat jumlah penyandang Cacat di Indonesia," ujar Kepala Informasi Data Sosial Depsos, Nurul Iswanti, Selasa.

Disebutkan, berdasarkan random survei yang dilakukan oleh Departemen Sosial, populasi penyandang cacat adalah 3,11 persen dari total penduduk Indonesia. Jika sekarang ini jumlah penduduk tercatat 220 juta, jumlahnya penyandang cacat mencapai 7,8 juta.

Sedangkan, data WHO pada tahun 2004 memperkirakan bahwa populasi penyandang cacat mencapai 10 persen dari total penduduk Indonesia atau 22 juta orang.

Sementara itu, pendataan pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan tentang jumlah pemilih penyandang cacat dalam pemilu 2004 yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kepada komisi pemilihan umum sebanyak 309.146 tunanetra, 192.207 tunarungu, 178.870 tunagrahita dan 94.423 cacat lain. [E-5]

Sumber : Suara Pembaharuan, Selasa/22 Juli 2008

 
Berita Berita Populer Lainnya