Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) Digodok

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Selasa, 29 April 2008 16:43:56 Klik: 6880

Rancangan Undang Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) diupayakan akan mengatur pasal-pasal pendanaan pendidikan. Pasal pendanaan pendidikan itu antara lain mewajibkan pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar 9 tahun, dan bukan menjadi beban masyarakat.

"Sedangkan, untuk pendidikan menengah dan tinggi, setidaknya DPR akan mendorong agar ada upaya membebaskan anak-anak berpotensi dan tidak mampu dari sisi biaya," demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi X DPR Heri Akhmadi seusai diskusi Mengkritisi RUU BHP di Jakarta, Senin (28/4).

Hadir pula pada diskusi yang diselenggarakan Perguruan Taman Siswa, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional itu, yakni Ketua Majelis Luhur III Perguruan Taman Siswa Prof Wuryadi, Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Prof Muchlas Samani, dan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Tilaar.

Heri mengatakan, upaya memasukkan pasal pendanaan pendidikan itu dilakukan Komisi X DPR, karena selama uji publik di 10 provinsi, atas draf terakhir RUU BHP pada 5 Desember 2007, tidak ditemukan adanya usulan untuk menghapus pasal-pasal yang mengatur pendanaan pendidikan.

"Namun, pemerintah ingin menghapus pasal pendanaan pendidikan. Pemerintah ingin pendanaan pendidikan di luar kerangka BHP, karena sudah diatur dalam RPP Pendanaan Pendidikan. Itulah yang menjadi kendala, dan sekarang kita masih mencari titik temu, untuk mencapai kompromi," ujar Heri.

Kendati demikian, Heri menegaskan, Komisi X DPR bersikeras agar pasal pendanaan pendidikan tidak dihapuskan, dan sekaligus untuk menerabas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pendanaan Pendidikan yang saat ini masih belum selesai dibahas.

"Yang masih ditentang oleh pemerintah yakni pemerintah tidak ingin mencantumkan angka 20%, dari kewajiban institusi pendidikan, untuk memberikan beasiswa bagi anak-anak yang berpotensi dan tidak mampu," kata Heri.

Selain itu, tambah Heri, upaya untuk memasukkan pasal pendanaan pendidikan itu, juga sebagai upaya mengikis potensi liberalisasi yang dikhawatirkan sejumlah elemen masyarakat dan kalangan akademis.

"Karena itu, untuk mengawal pasal pendanaan pendidikan tersebut, Komisi X DPR juga akan memasukkan ketentuan transparansi dan akuntabilitas perguruan tinggi, agar tidak menerima mahasiswa secara berlebihan, dengan membuka berbagai macam program D-I atau D-II," ujar Heri.

Untuk itu, Heri yakin, jika tidak ada usulan pemerintah yang berlebihan, maka RUU BHP akan selesai menjadi UU BHP pada masa persidangan mendatang. "Pasalnya, jika ini dibiarkan berlarut hingga tahun depan, kemungkinan tidak akan jadi, karena semua fraksi akan sibuk kampanye," ujar Heri.

Ketua Majelis Luhur III Perguruan Taman Siswa Prof Wuryadi menambahkan, sikap Perguruan Taman Siswa secara tegas meminta pemerintah untuk meninjau dan membahas kembali RUU BHP. "Jika ditilik ke belakang, ini merupakan upaya sistemik negara-negara maju (yang ekonominya selama ini ditopang oleh perdagangan jasa, termasuk pendidikan), untuk meliberalisasi pendidikan nasional, apalagi jika menempatkan pendidikan sebagai sektor yang terbuka bagi penanaman modal," ujar Wuryadi.

Senada dengan Wuryadi, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Tilaar mengemukakan, RUU BHP belum waktunya diterapkan di Indonesia. "Bangsa Indonesia masih miskin," tegas Tilaar.

Sementara itu, tambah Tilaar, RUU BHP diyakini hanya dipersiapkan semata-mata untuk menarik keuntungan dari sektor pendidikan, dan pada akhirnya hanya membebankan peserta didik.

"Jelas mengejar keuntungan, karena ujung-ujungnya dari BHP itu, pendidikan di desain seperti manajemen perusahaan. Coba lihat 7 PTN yang telah berubah status menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara), mahasiswanya semakin mahal membayar biaya kuliah," kata Tilaar.

Menanggapi hal itu, Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Prof Muchlas Samani mengatakan, pihaknya masih mendengar masukan dari masyarakat mengenai pembahasan RUU BHP. Namun, lanjutnya, jika RUU BHP tidak digulirkan, akan makin banyak investor asing yang bergerak di bidang pendidikan.

"Tanpa diatur dalam RUU BHP pun, sudah ada investor asing yang bermain di institusi pendidikan. Karena itu, dengan RUU BHP, kita meyakini bisa mengurangi dan mengatur investor asing yang telah menanamkan modalnya pada sektor pendidikan," jelas Muchlas.

Sumber: Media Indonesia/ Senin, 28 April 2008/ (Dik/OL-03)

 
Berita Berita Populer Lainnya