Guru Honorer Pesimistis Ada Perubahan

BAGIKAN:

facebook twitter pinterest line whatapps telegram

Oleh arif
Selasa, 27 Januari 2009 04:51:20 Klik: 4445
Klik untuk melihat foto lainnya...

Guru honorer pesimistis Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan membawa perubahan bagi mereka, terutama dalam hal jaminan kerja dan kesejahteraan jika pemerintah tidak memberikan subsidi atau mengatur besaran gaji guru yang layak secara minimal.

Hal itu dikemukakan Ketua Forum Guru Honorer Indonesia, sekaligus Ketua Serikat Guru Jakarta, Supriyono, Senin (26/1). Serikat Guru Jakarta beranggotakan sekitar 6.000 guru dengan rincian sekitar 3.500 guru berstatus pegawai tidak tetap yang dibayar dari APBD dan 2.500 guru berstatus honorer murni.

Dalam Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), pendidik dan tenaga kependidikan dapat berstatus pegawai negeri sipil atau pegawai badan hukum pendidikan. Para pendidik nantinya membuat perjanjian dengan pemimpin organ pengelola BHP. Pengangkatan dan pemberhentian jabatan, hak, dan kewajiban ditetapkan dalam perjanjian kerja.

Supriyono mengatakan, dengan kondisi sekolah swasta yang sangat beragam, mulai dari yang gurem hingga bertaraf internasional, ketentuan ini sulit secara merata terpenuhi. Padahal, sekolah swasta diberikan waktu enam tahun untuk menjadi BHP.

”Swasta yang besar seperti sekolah nasional plus atau internasional, mereka sudah memakai kontrak kerja dan memberikan gaji lebih layak,” ujarnya. Dengan adanya kontrak kerja, sekolah mempunyai kewajiban lebih besar seperti pemberian gaji tetap tanpa tergantung jam mengajar, tunjangan kesejahteraan lain, dan transportasi.

Sekolah gurem

Persoalannya, tidak semua sekolah swasta golongan menengah ke atas. Di sekolah swasta gurem, kebanyakan gurunya honorer murni. ”Mereka bekerja tidak ada kontrak kerja atau perjanjian kerja. Yang ada hanya dokumen pembagian tugas dilampiri surat tugas mengajar berisi nama, mata pelajaran, kelas, dan jumlah jam mengajar. Soal honor dan lainnya mengikuti tradisi, yakni diperhitungkan sesuai jam mengajar dan kemampuan sekolah,” ujarnya.

Guru berharap pemerintah tidak mendikotomikan guru swasta dan negeri. Pemerintah berkewajiban memberikan jaminan kesejahteraan di mana pun guru mengajar warga negara.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Konferensi Kerja Nasional Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Tahun Pertama Masa Bakti XX pada 23-26 Januari menegaskan, kesejahteraan guru honorer di sekolah negeri dan swasta masih memprihatinkan. Jika guru honorer yang sudah memenuhi persayaratan sulit untuk diangkat menjadi guru pegawai negeri sipil, pemerintah harus mengeluarkan peraturan supaya guru honorer ini mendapatkan bantuan penghasilan yang layak.

”Eksploitasi terhadap guru honorer, guru kontrak, guru tidak tetap, guru wiyata bakti, maupun tenaga kependidikan tidak tetap di sekolah yang telah mengabdi, berdedikasi, loyal, dan prestasinya baik harus dihentikan. Tidak boleh lagi ada guru bergaji Rp 100.000 per bulan,” kata Sulistiyo, Ketua Umum PGRI.

Sumber: kompas.com/ (INE/ELN)
Edisi: Selasa, 27 Januari 2009

 
Berita Berita Terkini Lainnya